Selasa, 29 Januari 2008

Tata Tertib Sekolah

"Dimana bumi di pijak, disitu langit di junjung". Pepatah tersebut menggambarkan bahwa dimana kita berada kita harus mentaati segala aturan yang berlaku di tempat itu.
Sebenarnya peraturan atau tata tertib merupakan hakikat dari sebuah kehidupan. Bayangkan andaikata dunia ini tanpa peraturan, tentu mtidak akan ada makhluk hidup, karena berbagai planet dan bintang akan saling bertubrukan satu sama lain. Alam semesta ini diciptakan dengan keteraturan, dan semua itu dipandang baik oleh Sang Pencipta.
Dalam lingkup lebih kecil yaitu dunia pendidikan dalam hal ini komunitas sekolah, pertauran juga melekat didalamnya. Misalnya, tidak boleh berambut gondrong bagi para cowok, tidak boleh memakai make up berlebihan bagi para ceweknya, tidak boleh datang terlambat, bersepatu hitam, berkauskaki, berkerundung bagi para cewek, dan sebagainya.
pada intinya tujuan tata tertib di buat adalah demi menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif di lingkungan sekolah. Namnun ada sementara pihak/siswa yang menolak peraturan tersebut dengan alasan melanggar kebebasan/hak azasi manusia. Mereka ingin sekolah tanpa seragam, boleh berambut gondrong, pakai celana jean ( boleh bolong-bolong), tidak harus bersepatu dan sebagainya. Menurut pendapat saya, kebebasan adalah hal yang pentiang, tetapi peraturan adalah hal yang mutlak. Manusia tidak dapat hidup bebas sebebas-bebasnya/semau gue, karena manusia hidup dengan sesama, tidak hidup sendiri. Disekitar manusia ada manusia lain, ada makhluk hidup lain, ada ciptaan lain yang masing-masing terjadi saling ketergantungan yang saling menguntungkan.
Jadi untuk para siswa sekolah, mulai saat ini belajarlah mentaati segala peraturan, karena engkau akan menuia buahnya kelak di kemudian hari.

Minggu, 20 Januari 2008

Sepak Bolaku, Sepak Bolamu, Sepak Bola Kita

PSSI hampir menyelesaikan putaran akbar pertandingan Liga Indonesia setelah beberapa waktu lalu telah menyelesaikan putaran petandingan Copa Indonesia.

Dana yang bergulir untuk mensukseskan dua kegiatan akbar tersebut sangat besar. Apabila setiap klub membutuhkan dana 15 miliar untuk satu musim kompetisi, berapa kira-kira jumlah uang yang bergulir dalam satu musim tersebut. Tentu jumlah yang sangat fantastis. Dari mana uang sebesar itu? Jawabnya mudah dan gampang, dari uang rakyat yang suka maupun tidak suka sepak bola, yang menonton maupun tidak menonton sepak bola, yang punya televisi maupun yang tidak punya. Dana APBD yang mestinya untuk pendidikan, jalan, dan fasilitas umum yang lain justru untuk ramai-ramai menyelenggarakan perhelatan sepak bola. Ironisnya untuk cabang olah raga amatir justru minim anggaran ( minim pembinaan ), sehingga tidak salah kalau dalam ajang Sea Games bendera Merah Putih "malas" berkibar apalagi ajang Asian Games atau Olimpiade, mimpi kali yee.

Uang milyaran rupiah tersebut kalau mau dilihat ternyata belanja terbesar adalah untuk gaji/honor pemain khususnya pemain asing, padahal untuk satu klub bisa mengontrak 5 orang pemain.

Di ajang Liga Indonesia 2007 terbukti sudah bahwa ternyata pemain asing tidak dapat menjadi contoh dan teladan dalam soal sportifitas, bahkan sering berulah dan merugikan/mencederai pemain lokal, memicu emosi pemain lain/suporter. Tapi kita mau membayar mahal kan buat mereka!

Dimana pemain lokal? Tiarap! Karena diserbu legiun asing.
Sampai kapan PSSI akan membiarkan keadaan seperti ini ?

Sebagai rakyat yang taat membayar pajak sekaligus juga senang menonton sepak bola meski bukan penggemar berat, merasa rugi juga kalau uang pajak yang dibayarkan ternyata untuk membiayai legiun asing yang menggusur pemain lokal.

Kalau ingin memajukan persepak bolaan tanah air, pemerintah harus bertindak tegas dalam soal pembiayaan klub-klub sepak bola. Setiap klub sepak bola harus berani diaudit secara transparan dan ditampilkan secara terbuka di media masa. Saya yakin akan banyak pengusaha yang berminat menjadi sponsor klub-klub sepak bola apabila mau membuka manajemen secara tranparan kepada publik. Jangat takut, karena ketakutan kepada auditor menjadi indikator korupnya klub-klub sepak bola. Jangan mengemis terus kepada DPRD. Payahnya DPRD tidak tahu untuk apa dana APBD , tahunya selain untuk jalan-jalan (studi banding) ya untuk sepak bola. Gunakan pemain lokal. Sebagai olah raga profesional, wajib diisi orang-rang profesional jangan badut-badut yang suka mengemis uang rakyat. Walaikotanya melarang warganya untuk memberikan uang receh bagi pengemis, tetapi tanpa malu-malu mengemis kepada rakyat (DPR) untuk biaya sepak bola. Kapan majunya. Harus profesional, jangan manja. Benahi manajemen, isi dengan orang profesional, tambahkan divisi marketing, buat program-program marketing, bikin laporan di media masa, sampaikan program -program di media masa, pasti sepak bola ku, sepak bola mu, sepak bola kita akan maju. Bravo pemain-pemain lokal ( Bambang Pamungkas, Aliyudin, Budi Sudarsono, Boaz Salosa, IKP, Khusnul Yakin, dll)

Kamis, 17 Januari 2008

TUHAN MASIH ADAKAH ENGKAU ?

Sampai detik ini “Ketuhanan Yang Maha Esa” masih tetap menjadi sila pertama dari Pancasila yang keberadaannya masih dipegang teguh oleh bangsa ini.
Sila pertama tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempercayai dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa.


Dari ujung sampai ke ujung bumi nusantara ini tersebar dan berdiri megah berbagai tempat peribadatan yang juga selalu penuh oleh umat masing-masing pada saat diselenggarakannya peribadatan. Secara kwantitatif dan kasat mata dapat disimpulkan bahwa kesadaran akan ke-Tuhan-an sangat tinggi di kehidupan bangsa Indonesia. Logikanya apabila kesadaran akan Tuhan tersebut melekat didalam kehidupan bangsa ini, maka segala tindak-tanduk bangsa ini tentunya mencerminkan sebagai bangsa yang ber-Tuhan. Itu adalah nalar yang mengemuka yang dapat dilihat kasat mata.


Tetapi apakah secara kwalitatif bangsa ini benar-benar menjadi bangsa yang ber-Tuhan, yang segala perilakunya mencerminkan sebagai orangorang yang sudah bertobat dan menjadi umat Tuhan yang sesungguhnya? Perlu dicermati kembali.
Saya tidak menyepelekan atau menutup mata bahwa pada kenyatannya memang secara kwalitas bangsa ini sebenarnya sudah menunjukan suatu budaya bangsa yang ber-Tuhan. Hanya saya mau mengajak untuk mencari dimana letak kesalahan bangsa ini sehingga kehidupan yang tidak mencerminkan Tuhan masih saja terus terjadi.

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang terjadi di masa lampau dan masa kini dan mungkin masih akan terjadi di masa yang akan datang menunjukkan bahwa pemahaman tentang Tuhan bagi para pelaku KKN tersebut sangatlah kurang, bisa dikatakan Tuhan hanya menjadi kedok mereka saja. Tidak hanya KKN tetapi juga terjadi kejahatan yang meningkat kwalitasnya antara lain peramponga disertai dengan pemerkosaan dan pembunuhan, aborsi, anak membunuh orang tua dan sebaliknya, sahabat membunuh sahabat, pacar membunuh pacar, anarkisme suporetr sepak bola, anarkisme geng motor, premanisme, penipuan, bunuh diri keluarga, dan banyak kejadian-kejadian yang semestinya tidak mencerminkan sebagai masyarakat yang ber-Tuhan.
Apa yang salah dengan bangsa ini. Bangsa ini memiliki pancasila dengan sila pertamanya. Menteri Agama dan Departeman Agama juga dimiliki. Rumah ibadah tumbuh di mana-mana bak jamur di musim hujan. Pelajaran Agama menjadi pelajaran wajib di tiap jenjang pendidikan. Apalagi yang tidak dimiliki. Semua komponen ada.

Dimana letak kesalahannya. Apakah moral sebagai bangsa yang berTuhan itu hanya impian belaka yang belum jelas kapan dapat dirasakan?


Amuk masa menjadi hal yang biasa di negeri ini, tidak cuma milik para supporter sepak bola, atau geng motor tetapi juga dilakukan oleh masa yang mengatasnamakan agama. Apalagi kalau sudah menjurus ke “penodaan agama”, masa mudah sekali di sulut untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis. Yang namanya tindakan anarkis tentu tidak melihat dulu siapa korbannya benar atau salah, tetapi dengan serampangan akan merusakkan apa saja yang ada dihadapan mereka. Masa yang sudah anarkis sulit dibendung, mereka akan menghajar apa saja yang lewat di depan mereka, bahkan fasilitas umum yang sebenarnya dibiayai dari pajak yang mereka bayarkan juga turut dirusak. Pada saat seperti itu, dimana Tuhan ditempatkan?
Mari kita tempatkan Tuhan selalu ada di hati kita yang paling dalam sehingga tidak mudah terlepas dari kehidupan kita. Dengan demikian kita tidak akan mudah terhasut oleh tidakan-tindakan bodoh. Tuhan salu ada bersama kita untuk membangun moral bangsa ini.

Rabu, 16 Januari 2008

Menyiapkan Generasi Impian

Dalam tulisan saya terdahulu bahwa salah satu kegiatan yang masih mungkin dilakukan untuk memperbaiki citra bangsa ini di segala aspek kehidupan adalah dengan menyiapkan generasi muda sejak dini usia. Artinya bahwa Pendidikan Anak Usia Dini sangatlah penting dalam menyiapkan generasi muda membangun citra bangsa yang baik dan bermartabat.

Saat ini Departemen Pendidikan Nasional tengah gencar-gencarnya mendirikan dan mendorong berdirinya lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) oleh swasta. Respon masyarakat juga tumbuh secara signifikan mengiringi bahkan melampaui pertumbuhan lembaga PAUD itu sendiri.

Lembaga-lembaga yang menyelenggarakan PAUD banyak diserbu masyarakat, bukan hanya masyarakat perkotaan tetapi di daerah pedesaan pun kesadaran untuk memberikan pendidikan sejak usia dini sudah bertumbuh di masyarakat. Nampaknya kesadaran akan pentingnya PAUD semakin disadari oleh masyarakat.

Pengalaman saya membuktikan bagaimana pentingnya memberikan pendidikan anak sejak usia dini. Sebagai contoh, anak usia TK sudah dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa kalau membuang sampah sembarangan dapat menyebabkan banjir.

Di sebuah sekolah Taman Kanak-Kanak saya melihat banyak catatan anak-anak TK yang dipampang di majalah dinding, dimana mereka sudah dapat memberikan penilaian terhadap sebab dan akibat dari suatu kebiasaan yang salah. Misalnya pendapat mereka soal tanah longsor yang diakibatkan karena sudah tidak ada pohon besar lagi, kapal yang tenggelam karena mesinnya rusak. Simpati dan empati anak-anak TK terhadap para korban bencana alam juga sudah muncul. Misalnya mereka kasihan terhadap bayi yang menderita kelaparan sehingga mereka ingin menyumbang roti. Dengan demikian dapat saya tekankan bahwa penanaman nilai-nilai sosial kemasyarakatan sejak usia dini sangatlah penting karena itu menjadi dasar dan bekal yang kuat saat mereka menginjak dewasa.

Tidak jarang terjadi orang dewasa yang mengalami tekanan hidup dan gagal menyelesaikan konflik-konflik yang melanda hidupnya. Apabila diselidiki ternyata banyak diantara orang-orang yang mengalami kegagalan hidup tersebut adalah karena masa kecil mereka yang kurang bahagia, dalam arti masa kecil yang tidak pendapatkan perhatian dan penanganan yang seharusnya.


Di sekolah-sekolah TK anak-anak akan menemukan keceriaan dan dapat mengungkapkan ide dan gagasan secara sederhana kepada sesamanya. Artinya tidak ada kebuntuan dalam batin mereka karena semua ide mereka dapat disalurkan dengan baik dan terarah.Paling tidak berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap PAUD memberikan sumbang sih yang berarti dalam mengentaskan bangsa ini dari keterpurukan karena korupsi, kolusi dan nepotisme yang sudah menjarah di semua sendi kehidupan bangsa. Generasi anak-anak yang masih bersih hendaknya diisi dengan pendidikan-pendidikan yang bersih dan bertanggung jawab bebas dari KKN. Sehingga diharapkan generasi muda ini akan bersih dari KKN.
Mari kita sayangi anak-anak kita dengan memberikan pendidikan sejak usia dini.

Selasa, 15 Januari 2008

MEMBANGUN IMPIAN KELUARGA BAHAGIA

Saat kita pergi jauh seorang diri, karena tugas misalnya, yang senantiasa kita ingat dan rindukan adalah keluarga.
Selepas lelah bekerja, kita pulang kembali ke keluarga.
Kita bekerja keras adalah untuk keluarga.
Kita membangun rumah bagi keluarga.
Semua yang kita lakukan sebenarnya adalah untuk keluarga.
Ya, kalau kita menyadari bahwa kita ada di dunia ini juga karena keluarga.
Keluarga menjadi sentral yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Dua per tiga waktu manusia ada di keluarga.
Keluarga dibentuk dari dua insan yang berbeda. Berbeda jenis kelamin, berbeda suku, budaya, bahasa. Berbeda status sosial-ekonomi, garis keturunan dan masih banyak lagi perbedaan yang berada di balik pembentukan sebuah keluarga. Belum termasuk juga perbedaan adat istiadat, kebiasaan, sifat, pandangan hidup dan sebagainya.
Semua perbedaan itu nyata adanya dan tidak dapat dipungkiri bahkan dihilangkan. Setiap manusia yang akan membentuk sebuah keluarga harus sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa keluarga dibentuk dari banyak perbedaan. Ada yang mengatakan bahwa seseorang mengajak membentuk kelurga kepada pasangannya karena memiliki “banyak kesamaan”. Pemahaman memiliki banyak kesamaan tersebut baik dan tidak salah, tetapi perlu diingat bahwa banyak memiliki kesamaan bukan berarti tidak memiliki perbedaan, bisa saya katakan semakin banyak memiliki kesamaan pada hakekatnya adalah semakin jauh lebih banyak memiliki perbedaan.



Kesadaran bahwa keluarga dibentuk dari banyak perbedaan sangatlah penting. Sebab dengan menyadari sepenuhnya akan banyaknya perbedaan yang melatarbelakangi pembentukan keluarga akan semakin mendewasakan orang bahwa dirinya memang tidak sama dengan pasangannya. Dengan demikian tidak akan memaksa pasangan atau orang lain untuk menjadi sama dengan dirinya, tetapi menghayati makna perbedaan untuk saling menghargai dan mengendalikan diri. Penghayatan akan makna perbedaan akan semakin mendewasakan umat manusia, bahwa perbedaan tidak untuk perpecahaan tetapi perbedaan justru untuk kesatuan, untuk saling menolong, menopang, mengisi sehingga tercipta suatu kehidupan yang harmonis. Ibarat tubuh manusia tidak hanya terdiri dari kepala semua sehingga semua memerintah, atau kaki semua sehingga semua berjalan tanpa arah dan tujuan. Tetapi perbedaan setiap anggota tubuh justru menimbulkan keharmonisan yang hakiki. Ada yang memerintah, ada yang mengerjakan, ada yang mengawasi, ada yang menjalankan dan sebagainya.

Keharmonisan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus diawali dari keharmonisan hidup berkeluarga. Keharmonisan hidup antara suami, istri dan anak-anak sangatlah besar dan vital dalam menentukan keharmonisan hidup masyarakat, bangsa dan negara. Perceraian terjadi karena sejak awal mereka tidak mengerti apalagi menghayati bahwa mereka membentuk keluarga dari perbedaan. Setiap orang yang akan membentuk keluarga dengan hanya mencari dan mementingkan kesamaan saja tidak akan pernah mendapatkan keharmonisan keluarga, bahkan hal yang mustahil untuk dapat membentuk keluarga. Hanya mimpi, tidak hanya di siang bplong tetapi juga di malam gelap.

Sungguh indah melihat keluarga yang harmonis. Perbedaan yang terjadi justru menyatukan mereka dalam kehangatan cinta sejati. Sifat anak-anak yang berbeda bagaikan irama dalam sebuah lagu kebahagiaan. Tawa, canda ceria setiap anggota keluarga akan tetap ada sepanjang hayat mereka. Lahirnya anak-anak yang ceria berawal dari bersatunya perbedaan. Jadikanlah perbedaan itu visi dan misi dalam membangun keluarga. Cintailah perbedaan maka engkau menuai kebahagiaan.

Senin, 14 Januari 2008

Negeri Seribu Impian


"Bukan lautan hanya kolam susu", sepenggal bait dari lagu yang pernah terkenal tempoe doloe yang merupakan sebagian dari kisah keberadaan bumi nusantara yaitu Indonesia. Segala kekayaan ada dan semua tersedia di sana. Tuhan sedang bermurah hati pada saat lagu tersebut direnungkan dan diciptakan.




Kekayaan Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke sungguh luar biasa besarnya. Cukup bahkan lebih dari cukup untuk menjadi modal bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan makmur.



Tetapi pada abad ini ternyata setiap memasuki musim hujan justru bencana yang terjadi. Tidak hanya banjir tetapi juga tanah longsor, pohon tumbang, angin puting beliung dan berbagai bencana lain yang terus merenggut korban jiwa. Ribuan orang tak berdaya mengatasi akibat dari bencana tersebut bahkan kemampuan pemerintah dengan segala peralatan dan dukungan yang dimiliki pun tidak sanggup mengatasi akibat dari bencana yang begitu luas cakupan wilayah yang terkena bencana.

Coba kita merenung sebentar, kira-kira apakah sepenggal bait lagu di atas tadi dapat tercipta pada masa kini? Agak sulit dan nampaknya juga mulai jarang orang menciptakan lagu bertema alam yang mempesona, karena nampaknya alam mulai murka tidak di musim hujan tetapi juga di musim kemarau. mari kita renungkan bersama, siapa yang mertinya bertanggung jawab pada pengelolaan alam sehingga alam tidak murka.

Sebenarnya prinsip "tabur-tuai" melekat didalam kehidupan umat manusia setiap hari. Masyarakat menabur sampah pasti menuai banjir.

Kebiasaan-kebiasaan yang sudah menjadi sikap dan gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia adalah hidup menyampah. Kebiasaan tersebut sudah menjadi budaya yang mengakar sehingga sangat sulit untuk mengubahnya.
Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan menyiapkan generasi anak-anak usia dini melalui Pendidikan Anak Usia Dini ( Play Group / TK ) dengan menekankan nilai-nilai kebersihan dan kasih sayang terhadap alam sekitar. Generasi baru ini yang masih sangat mungkin untuk di bentuk menjadi manusia yang bisa hidup bersanding dengan alam secara harmonis. Bahkan Pendidikan wajar sembilan tahun perlu diubah bukan mulai dari SD tetapi generasi anak-anak sekarang wajib mengikuti pendidikan-pendidikan anak usia dini.